Metode Statistika II
Prosedur pengujian hipotesis merupakan langkah-langkah yang diterapkan untuk menentukan apakah menerima atau menolak suatu hipotesis mengenai parameter populasi.
Prosedur pengujian hipotesis merupakan langkah-langkah yang diterapkan untuk menentukan apakah menerima atau menolak suatu hipotesis mengenai parameter populasi. Dalam menguji suatu hipotesis statistik setidaknya dibutuhkan lima langkah, yaitu sebagai berikut:
Kita akan menjelaskan kelima langkah tersebut.
Hipotesis nol selalu menyatakan “sama” atau “tidak berbeda”. Misalkan sebuah perusahaan otomotif mengklaim bahwa rata-rata mobil mewah yang berhasil terjual per bulannya mencapai 25 unit. Untuk membuktikan pernyataan perusahaan tersebut dilakukan penelitian. Dengan demikian, hipotesis nol yang kita ajukan adalah
\[H_0:μ=25\]
Kemudian ada tiga kemungkinan hipotesis alternatif yang dapat kita rumuskan, yaitu
\[H_1:μ ≠ 25\]
\[H_1:μ > 25\]
\[H_1:μ < 25\]
Rumusan hipotesis alternatif tergantung dari pernyataan terhadap karakteristik populasi. Jika kita ingin melakukan pengujian suatu hipotesis di mana rata-rata penjualan mobil mewah adalah 25 unit, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
\[H_0:μ = 25\]
\[H_1:μ ≠ 25\]
Jika pengujian dilakukan terhadap pernyataan bahwa rata-rata penjualan mobil mewah lebih dari 25 unit, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
\[H_0:μ ≤ 25\]
\[H_1:μ > 25\]
Jika pengujian dilakukan terhadap pernyataan bahwa rata-rata penjualan mobil mewah kurang dari 25 unit, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
\[H_0:μ ≥ 25\]
\[H_1:μ < 25\]
Tingkat signifikansi menunjukkan peluang kesalahan yang mungkin terjadi saat pengambilan keputusan. Tingkat signifikansi yang umum dipakai adalah 1%, 5%, dan 10%. Tidak ada standar khusus dalam pemilihan tingkat signifikansi, hal tersebut tergantung keinginan masing-masing peneliti.
Pada prinsipnya, semakin besar tingkat signifikansi yang digunakan, maka semakin besar pula peluang menolak \(H_0\) padahal \(H_0\) benar. Dengan kata lain, semakin besar tingkat signifikansi yang digunakan semakin besar pula peluang melakukan kesalahan jenis I.
Tingkat signifikansi dan besarnya sampel yang digunakan akan menentukan luasan wilayah penolakan dan penerimaan \(H_0\) di bawah kurva distribusi normal yang umumnya digunakan pada analisis data. Pada tahap ini akan diperoleh nilai kritis yang menjadi pembatas wilayah penolakan dan penerimaan \(H_0\).
Besarnya nilai kritis juga tergantung dari banyaknya sampel yang digunakan. Nilai kritis yang diperoleh tergantung dari jenis uji yang digunakan. Nilai kritis yang sering digunakan dapat diperoleh dari Tabel Distribusi Normal (Tabel Z), Tabel Distribusi t-Student, Tabel Distribusi F, atau Tabel Distribusi Chi-Square.
Pada tahap ini peneliti melakukan penghitungan untuk mendapatkan nilai statistik sesuai dengan kebutuhan atau jenis uji yang ingin dilakukan. Hal ini juga terkait dengan jenis distribusi yang akan digunakan. Nilai statistik hitung dapat diperoleh dengan cara penghitungan manual atau dengan bantuan komputer melalui MS Excel atau paket program komputer statistik seperti SPSS, Minitab, R dan lainnya.
Pada tahap ini akan disimpulkan apakah kita akan menolak \(H_0\) atau tidak menolak \(H_0\). Keputusan ini dibuat dengan membandingkan besarnya nilai statistik hitung dengan nilai kritis yang kita peroleh dari tabel kurva distribusi untuk menentukan wilayah penolakan dan penerimaan \(H_0\).
Jika kita ingin melakukan pengujian suatu hipotesis di mana rata-rata penjualan mobil mewah adalah 25 unit, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
\[H_0:μ=25\]
\[H_1:μ≠25\]
Jika pengujian menggunakan sampel besar \((n≥30)\) dengan tingkat signifikansi \((α)\) sebesar 5%, maka nilai kritis berdasarkan Tabel Distribusi Normal Baku (Tabel Z) adalah 1,96. Gambar kurva distribusi normal untuk daerah penolakan dan tidak tolak \(H_0\) adalah sebagai berikut:
Pendekatan seperti yang dijelaskan di atas dinamakan pendekatan daerah penolakan (rejection region), yang biasanya digunakan jika menghitung statistik secara manual. Selanjutnya, ada pendekatan lain yang digunakan untuk memutuskan menolak atau tidak menolak \(H_0\), yaitu pendekatan p-value, biasanya digunakan dengan komputer dan software statistik.
P-value dari suatu uji merupakan peluang mengamati suatu statistik uji yang paling ekstrim jika hipotesis nol benar. Semakin kecil p-value, semakin nyata bukti statistik untuk mendukung hipotesis alternatif.
Untuk menentukan keputusan tolak Ho atau gagal tolak Ho, bandingkankan p-value dengan tingkat signifikansi yang dipilih. Jika p-value kurang dari tingkat signifikansi \(α\), kita putuskan menolak hipotesis nol. Jika p-value lebih dari \(α\), kita tidak menolak hipotesis nol.
Setelah dilakukan pengambilan keputusan maka selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan. Jika keputusan yang diambil adalah menolak \(H_0\), maka kesimpulan yang diambil adalah berdasarkan apa yang dinyatakan pada \(H_1\).
Sebaliknya, jika keputusannya adalah tidak menolak \(H_0\), maka kesimpulan yang diambil adalah berdasarkan apa yang dituliskan pada \(H_0\). Misal dari kasus di atas, jika kita ingin melakukan pengujian suatu hipotesis di mana rata-rata penjualan mobil mewah per bulan adalah 25 unit, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah:
\[H_0:μ=25\]
\[H_1:μ≠25\]
Jika keputusannya adalah tidak menolak \(H_0\), maka kesimpulannya adalah bahwa pernyataan mengenai rata-rata populasi penjualan mobil mewah per bulan adalah sebesar 25 unit dapat dibenarkan secara statistik.
Namun sebaliknya, jika keputusannya adalah menolak \(H_0\) maka kesimpulannya adalah tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa rata-rata populasi penjualan mobil mewah per bulan adalah sebesar 25 unit, atau dengan kata lain rata-rata penjualan mobil mewah per bulan secara statistik berbeda dengan 25 unit.
I’ve failed over and over and over again in my life and that is why I succeed.
Michael Jordan