www.jagostat.com

www.jagostat.com

Website Belajar Matematika & Statistika

Website Belajar Matematika & Statistika

Metode Statistika II   »   Pengujian Hipotesis   ›  Pengujian Hipotesis Statistik
Pengujian Hipotesis

Pengujian Hipotesis Statistik

Dua cabang utama dalam statistik inferensia yaitu pendugaan parameter populasi dan pengujian hipotesis statistik. Pengujian hipotesis dapat membawa kita pada suatu keputusan akhir yaitu menerima atau menolak suatu pernyataan atau hipotesis mengenai populasi.


Oleh Tju Ji Long · Statistisi

Flag Counter
Flag Counter

Dua cabang utama dalam statistik inferensia yaitu pendugaan parameter populasi dan pengujian hipotesis statistik. Sering kali, masalah yang kita hadapi bukanlah pendugaan parameter populasi seperti yang telah kita pelajari sejauh ini, tetapi berupa perumusan segugus kaidah yang dapat membawa kita pada suatu keputusan akhir yaitu menerima atau menolak suatu pernyataan atau hipotesis mengenai populasi.

Tiga contoh berikut memberikan gambaran terkait pengujian hipotesis:

  1. Seorang peneliti masalah kedokteran diminta untuk memutuskan, berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan, apakah suatu vaksin baru lebih baik daripada yang sekarang beredar di pasaran.
  2. Seorang insinyur ingin memutuskan, berdasarkan data sampel, apakah ada perbedaan ketelitian antara dua jenis alat ukur.
  3. Seorang ahli sosiologi mengumpulkan data yang memungkinkan ia menyimpulkan apakah jenis darah dan warna mata seseorang ada hubungannya atau tidak.

Prosedur perumusan kaidah yang membawa kita pada penerimaan atau penolakan hipotesis menyusun cabang utama inferensia statistik yang disebut pengujian hipotesis.

Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis statistik mungkin merupakan bidang paling penting dalam inferensia statistik. Pertama-tama, baiklah kita definisikan secara tepat apakah yang dimaksud dengan hipotesis statistik.

Definisi: Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau beberapa populasi.

Benar atau salahnya suatu hipotesis tidak akan pernah diketahui dengan pasti, kecuali bila kita memeriksa seluruh populasi. Tentu saja, dalam kebanyakan situasi hal itu tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, kita dapat mengambil suatu sampel acak dari populasi tersebut dan menggunakan informasi yang terkandung dalam sampel itu untuk memutuskan apakah hipotesis tersebut kemungkinan besar benar atau salah.

Bukti, dari sampel, yang tidak konsisten dengan hipotesis yang dinyatakan tentu saja membawa kita pada penolakan hipotesis tersebut, sedangkan bukti yang mendukung hipotesis akan membawa pada penerimaannya.

Perlu ditegaskan di sini bahwa penerimaan suatu hipotesis statistik terjadi akibat tidak cukupnya bukti untuk menolaknya, dan tidak berimplikasi bahwa hipotesis itu pasti benar. Misalnya, dalam pelemparan sekeping uang logam sebanyak 100 kali, kita mungkin ingin menguji hipotesis bahwa uang itu setimbang. Diucapkan dalam parameter populasi, kita ingin menguji hipotesis bahwa proporsi munculnya sisi gambar adalah \(p = 0.5\) bila uang itu dilemparkan terus-menerus tanpa henti-hentinya.

Meskipun seandainya uang logam itu setimbang, kejadian munculnya sisi gambar 48 kali bukanlah hal yang mengejutkan. Hasil yang demikian itu tentu saja mendukung hipotesis bahwa \(p = 0.5\). Namun, kita juga dapat mengatakan bahwa hasil yang demikian itu konsisten dengan hipotesis bahwa \(p = 0.45\). Jadi, dalam menerima hipotesis itu, satu-satunya yang dapat kita pastikan adalah bahwa proporsi munculnya sisi gambar yang sesungguhnya tidak terlalu jauh berbeda dari setengah.

Bila ke-100 lemparan itu hanya menghasilkan 35 sisi gambar, maka kita mempunyai cukup bukti untuk menolak hipotesis itu. Mengingat bahwa peluang memperoleh 35 sisi gambar atau kurang dari itu dalam 100 lemparan uang yang setimbang kira-kira sebesar 0.002, berarti telah terjadi suatu kejadian yang jarang sekali terjadi, atau kita benar dalam menyimpulkan bahwa \(p≠0.5\).

Meskipun kita sering menggunakan istilah “menerima” dan “menolak”, perlu disadari bahwa penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu salah, sedangkan penerimaan suatu hipotesis semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempunyai cukup bukti untuk mempercayai sebaliknya. Karena pengertian ini, statistikawan atau peneliti sering mengambil sebagai hipotesisnya suatu pernyataan yang diharapkan akan ditolaknya.

Misalnya saja, bila ia menaruh perhatian pada suatu vaksin influenza baru, ia harus mengasumsikan bahwa vaksin itu tidak lebih baik daripada yang sedang beredar di pasaran, baru kemudian ia berusaha untuk menolak asumsi itu. Begitu pula, untuk membuktikan bahwa suatu teknik mengajar lebih baik daripada yang lain, kita harus menguji hipotesis bahwa tidak ada perbedaan antara kedua teknik mengajar tersebut.

Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak membawa penggunaan istilah hipotesis nol. Sekarang ini istilah itu telah digunakan pada sembarang hipotesis yang ingin diuji dan dilambangkan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan suatu hipotesis alternatif, yang dilambangkan dengan H1.

Hipotesis nol mengenai suatu parameter populasi harus diucapkan sedemikian rupa sehingga menyatakan dengan pasti sebuah nilai bagi parameter itu, sedangkan hipotesis alternatifnya membolehkan beberapa kemungkinan nilainya. Jadi, bila Ho menyatakan hipotesis nol bahwa \(p=0.5\) bagi suatu populasi binom, maka hipotesis alternatifnya dapat berupa \(p > 0.5, \ p < 0.5\) atau \(p≠0.5\).

Pengujian Hipotesis Statistik

Untuk memberikan gambaran bagaimana pengujian hipotesis statistik terhadap parameter populasi dilakukan, perhatikan contoh berikut ini.

Suatu jenis vaksin influenza diketahui hanya 25% efektif setelah periode dua tahun. Untuk menentukan apakah suatu vaksin baru, yang sedikit lebih mahal, lebih unggul dalam memberikan perlindungan terhadap virus yang sama untuk periode waktu yang lebih lama, 20 orang diambil secara acak dan diinokulasi dengan vaksin baru tersebut.

Bila 9 orang atau lebih di antara yang menerima vaksin baru terbebas dari virus tersebut selama periode 2 tahun, maka vaksin baru tersebut dinilai lebih unggul daripada vaksin yang digunakan sekarang. Tentu saja pemilihan angka 9 ini bersifat sembarang (arbitrary) atau terserah pada kita, tetapi tampaknya cukup beralasan dibandingkan dengan hanya rata-rata 5 orang yang terlindungi dari 20 orang yang diberi vaksin yang digunakan sekarang ini (25% efektif).

Pada hakekatnya kita sedang menguji hipotesis nol (H0) bahwa vaksin yang baru sama efektifnya setelah periode 2 tahun dengan vaksin yang digunakan sekarang yakni 25% efektif. Adapun hipotesis alternatif (H1) yaitu bahwa vaksin yang baru memang lebih unggul (lebih dari 25% efektif).

Ini ekivalen dengan pengujian hipotesis bahwa parameter binom bagi peluang keberhasilan pada suatu tindakan adalah p = 1/4 lawan hipotesis alternatifnya bahwa p > 1/4. Hal ini biasanya dituliskan sebagai berikut:

\[ H_0:p=1/4, \]

\[ H_1:p>1/4 \]

Statistik yang kita gunakan sebagai landasan keputusan adalah X yang menyatakan banyaknya orang yang terserang virus influenza selama periode sekurang-kurangnya 2 tahun di antara 20 orang yang diberi vaksin baru tersebut. Semua kemungkinan nilai X, dari 0 sampai 20, dibagi menjadi dua grup: (i) yang lebih kecil dari 9 dan (ii) yang lebih besar atau sama dengan 9.

Semua kemungkinan nilai di atas 8.5 menyusun apa yang disebut wilayah kritik, sedangkan semua kemungkinan nilai di bawah 8.5 menyusun wilayah penerimaan. Bilangan \(x_0=8.5\) yang memisahkan kedua wilayah itu disebut nilai kritik. Jadi, bila \(x>x_0\), kita menolak Ho dan menerima H1. Bila \(x < x_0\), kita menerima Ho.

Artikel Terkait

To be successful, you must act big, think big and talk big.