www.jagostat.com

www.jagostat.com

Website Belajar Matematika & Statistika

Website Belajar Matematika & Statistika

Pengantar Ekonomi » Eksternalitas › Pajak Pigovian dan Eksternalitas
Ilmu Ekonomi

Pajak Pigovian dan Eksternalitas

Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif disebut sebagai pajak Pigovian, mengambil nama ekonom pertama yang merumuskan, yakni Arthur Pigou (1877-1959).


Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas, pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada pendekatan pasar, yang dapat memadukan insentif pribadi/swasta dengan efisiensi sosial.

Sebagai contoh, seperti telah disinggung di atas, pemerintah dapat menginternalisasikan eksternalitas dengan mengenakan pajak terhadap kegiatan-kegiatan yang menimbulkan eksternalitas negatif, dan sebaliknya memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan eksternalitas positif.

Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif disebut sebagai pajak Pigovian (Pigovian tax), mengambil nama ekonomi pertama yang merumuskan dan menganjurkannya, yakni Arthur Pigou (1877-1959).

Para ekonom umumnya lebih menyukai pajak Pigovian daripada regulasi sebagai cara untuk mengendalikan polusi, karena biaya penerapan pajak itu, jauh lebih murah bagi masyarakat secara keseluruhan.

Andaikan ada dua pabrik – pabrik baja dan pabrik kertas – yang masing-masing membuat limbah sebanyak 500 ton per tahun ke sungai. EPA (Environmental Protection Agency) menilai limbah itu terlalu banyak, dan berniat menguranginya. Ada dua pilihan solusi baginya, yakni:

  • Regulasi: EPA mewajibkan semua pabrik untuk mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun
  • Pajak Pigovian: EPA mengenakan pajak sebesar $50.000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh setiap pabrik.

Regulasi itu langsung membatasi ambang polusi, sedangkan pajak Pigovian memberikan insentif kepada para pemilik pabrik untuk sebanyak mungkin mengurangi polusinya. Menurut pendapat Anda, solusi manakah yang lebih baik?

Para ekonom lebih menyukai penerapan pajak. Mereka yakin penerapan pajak itu sama sekali tidak kalah efektifnya dalam menurunkan polusi. Untuk mencapai ambang polusi tertentu, EPA tinggal menghitung tingkat pajak yang paling tepat untuk diterapkannya. Semakin tinggi tingkat pajaknya, akan semakin banyak penurunan polusi yang akan terjadi. Jika pajaknya terlalu tinggi, semua pabrik akan bangkrut dan polusi akan berkurang menjadi nol.

Alasan utama para ekonom itu memilih penerapan pajak, adalah karena cara ini lebih efisien menurunkan polusi. Regulasi mewajibkan semua pabrik mengurangi polusinya dalam jumlah yang sama, padahal penurunan yang sama rata, bukan merupakan cara termurah menurunkan polusi.

Ini dikarenakan kapasitas dan keperluan setiap pabrik untuk berpolusi berbeda-beda. Besar kemungkinan salah satu pabrik (misalkan pabrik kertas), lebih mampu (biayanya lebih murah) untuk menurunkan polusi dibandingkan pihak lain (pabrik baja). Jika keduanya dipaksa menurunkan polusi sama rata, maka operasi pabrik baja akan terganggu.

Namun melalui penerapan pajak, maka pabrik kertas akan segera mengurangi polusinya, karena hal itu lebih murah dan lebih mudah dilakukan daripada membayar pajak, sedangkan pabrik baja, yang biaya penurunan polusinya lebih mahal, akan memilih membayar pajak saja.

Pada dasarnya, pajak Pigovian secara langsung menetapkan harga atas hak berpolusi. Sama halnya dengan kerja pasar yang mengalokasikan berbagai barang ke pembeli, yang memberikan penilaian paling tinggi, pajak Pigovian ini juga mengalokasikan hak berpolusi kepada perusahaan atau pabrik, yang paling sulit menurunkan polusinya atau yang dihadapkan pada biaya paling tinggi untuk menurunkan polusi (misalnya, karena biaya alat penyaring polusinya sangat mahal). Berapa pun target penurunan polusi yang diinginkan, EPA akan dapat mencapainya dengan biaya termurah melalui penerapan pajak ini.

Para ekonom juga berkeyakinan bahwa penerapan pajak Pigovian, merupakan cara terbaik untuk menurunkan polusi. Pendekatan komando dan kontrol tidak akan memberikan alasan atau insentif bagi pabrik-pabrik pencipta polusi untuk berusaha mengatasi polusi semaksimal mungkin.

Seandainya saja polusi sudah berada di bawah ambang maksimal (misalkan 300 ton per tahun), maka perusahaan itu tidak akan mau membuang biaya lebih banyak agar polusinya dapat ditekan lebih rendah lagi. Sebaliknya, pajak akan memberi insentif kepada pabrik-pabrik itu untuk terus mengembangkan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Mereka akan terus terdorong menurunkan polusi, karena semakin sedikit polusi yang mereka ciptakan, akan semakin sedikit pula pajak yang harus mereka bayar.

Pajak Pigovian tidaklah sama dengan pajak-pajak lain yang telah kita bahas sebelumnya. Dari pelajaran-pelajaran sebelumnya, kita mengetahui bahwa pajak pada umumnya akan mendistorsikan insentif dan mendorong alokasi sumber daya menjauhi titik optimum sosialnya.

Pajak umumnya juga menimbulkan beban baku berupa penurunan kesejahteraan ekonomis (turunnya surplus produsen dan surplus konsumen), yang nilainya lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh pemerintah dari pajak tersebut. Pajak Pigovian tidak seperti itu, karena pajak ini memang khusus diterapkan untuk mengatasi masalah eksternalitas. Akibat adanya eksternalitas, masyarakat harus memperhitungkan kesejahteraan pihak lain.

Pajak Pigovian diterapkan untuk mengoreksi insentif di tengah adanya eksternalitas, sehingga tidak seperti pajak-pajak lainnya, pajak Pigovian itu justru akan mendorong alokasi sumber daya mendekati titik optimum sosialnya. Jadi, selain memberi penerimaan tambahan kepada pemerintah, pajak Pigovian ini juga meningkatkan efisien ekonomi.

Sumber:

Tulisan dalam artikel ini merupakan ringkasan penulis dari buku Pengantar Ekonomi (judul asli Principles of Economics), Edisi Kedua, Jilid 1, karya N. Gregory Mankiw dan diterjemahkan oleh Haris Munandar; Editor oleh Wisnu Chandra Kristiaji. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Erlangga pada tahun 2003.

Artikel Terkait